Surau Tuo Taram Peninggalan Ulama Asal Timur Tengah di Luak Limopuluah
Covesia.com - Surau Tuo Taram merupakan sebuah surau yang terletak di Jorong Cubadak, Nagari Taram, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat yang dibangun 1640 silam.
Surau ini merupakan pusat peradaban Islam tertua di Luak Limopuluah (Kabupaten Limapuluh Kota dan Kota Payakumbuh). Dibangun pada zaman Syekh Ibrahim Mufti, seorang ulama asal Timor Tengah. Surau Tuo Taram kini dikelola secara bergiliran oleh tujuh suku di nagari tersebut.
Asal Muasal Surau Tuo
Bangunan ini telah ada sejak masa agama Hindu 1620 silam. Dan setelah masuk agama Islam yang dibawa oleh Syekh Ibrahim Mufti lebih kurang 1640 silam dari Palestina barulah bangunan ini menjadi Surau.
"Sebelum Islam datang bangunan ini telah ada pada masa agama Hindu tahun sekitar 1620, hingga tahun 1640 menjadi Surau ketika Syekh Ibrahim Mufti datang ke sini," ujar pengurus surau (wakil dari imam surau), Muhammad Yahya. Kedatangan Syekh dari Timur Tengah tersebutlah menjadi cikal bakal berkembangnya agama Islam di Luak Limopuluah yang seiring waktu bertambah banyak.
Beliau adalah orang yang berpengaruh dalam penyebaran agama Islam, terutama di Taram ini," sebutnya. Kata Yahya, sebelum datang menyebarkan agama Islam di Luhak Limopuluah, Syekh Ibrahim Mufti sudah terlebih dahulu menyebarkan agama Islam di Kerajaan Siak Pekanbaru.
"Istri pertama dikarunia anak Syekh Muhammad Jamil dan istri kedua dikarunia anak dengan nama Syekh Muhammad Nurdin," katanya. Pintu berserta tiang surau ini terdiri dari 13 buah, konon katanya sudah mengalami beberapa kali renovasi dengan tidak mengubah bentuk aslinya. "Dahulu atapnya terbuat dari ijuk. 13 tiang dan pintu itu melambangkan jumlah 13 rukun sholat sesuai dengan ajaran Islam," tuturnya melanjutkan cerita.
Makam Syekh Ibrahim Mufti
Kuburan ini terletak bersebelahan dengan surau, disebelah kuburan Syekh Ibrahim Mufti juga terdapat kuburan anak kandungnya Muhammad Nurdin. Seiring berkembangnya Islam serta murid Syekh semakin banyak, kata Yahya, Syekh pergi ke Mekkah hingga kini jasad beliau tidak ditemukan. Lanjutnya, kuburan yang saat ini adalah petunjuk dari Allah SWT melalui sebuah cahaya.
"Dahulu, anak beserta muridnya mencari beliau. Anak beliau Muhammad Jamil mencarinya hingga ke Palestina, (akhirnya meningal di Palestina), selanjutnya Muhammad Nurdin melanjutkan pencarian ke daerah Siak Pekanbaru namun juga tidak ditemukan (berkeluarga dan menyebarkan agama Islam di Siak)," jelasnya.
"Akhirnya bermimpilah anak murid beliau dengan bunyinya ambo tidak usah dicari, caliak pado malam 27 Rajab, dima ado cahayo situ tampek ambo. Pada malam itu murid beliau melihat cahaya terang tinggi tepatnya di samping surau saat ini," kata Yahya.
Sambung dia, berdasarkan cahaya itu akhirnya masyarakat mempercayai itu adalah kuburan Syekh Ibrahim Mufti, yang hingga kini dibuatkan seperti perkuburan dan dijaga. "Makam beliau banyak dikunjungi para penziarah dari berbagai daerah. Terkadang bagi orang berzikir di surau ataupun dekat surau dapat melihat cahaya itu," tuturnya. Sementara itu, kuburan Syekh Muhammad Nurdin bukan berdasarkan petunjuk, akan tetapi memang jasadnya ada dan terlihat, pada waktu itu Syekh Muhammad Nurdin kembali dari Siak dan menghembuskan nafas terakhir di Taram.
"Untuk tahun pasti kapan meninggalnya Syekh Ibrahim Mufti dan juga anak beliau kami belum menemukan jawabannya. Beberapa tahun yang kami sebutkan tadi itu diperoleh melalui zikir atas izin Allah SWT," jelasnya. Untuk mengetahui lebih dekat, Yahya pun mengajak covesia.com mengunjungi makam yang bersebelahan dengan bangunan surau, sebelum memasuki bangunan tersebut kita akan melihat tulisan makam Syekh Ibrahim Mufti dan Syekh Muhammad Nurdin.
Di dalam bangunan yang mirip dengan surau tersebut kedua makam itu terlihat ditutupi dengan kain kelambu. Sebelah kiri adalah makam Syekh Ibrahim Mufti dan kanan adalah makan Syekh Muhammad Nurdin. Di tempat terpisah terdapat makam muridnya yaitu Syekh Muhammad Yunus yang meninggal di atas surau setelah sholat.
"Kami menganjurkan kepada penziarah untuk berwudhu sebelum memasuki makam," ujar dia. Selain dari makam, juga terdapat tempat pemandian untuk wanita dan laki-laki yang dipercaya membawa kebaikkan. Kata Yahya, kebaikan tersebut memang terlihat, dahulu tahun 2020 ada orang lumpuh hingga bermimpi untuk mandi di Surau Tuo Taram. "Setelah mandi akhirnya orang tersebut bisa berjalan dan sholat di surau," kata Yahya.
Benda Peninggalan Syekh Ibrahim Mufti
Selain surau, beliau juga meninggalkan benda yang semasa hidupnya, hingga kini masih bisa ditemukan diantaranya, kitab, Al-Quran bertulisan tangan asli, tongkat serta timbo (ember) mandi beliau. Namun, semua benda sejarah tersebut tidak lagi di simpan pada surau tetapi di rumah anak beliau yang tidak jauh dari lokasi surau.
"Bagi yang ingin melihat kami antarkan ke rumah tersebut," kata Yahya kepada covesia.com, Minggu, (17/4/2022). Dikenal Sebagai Seorang Ulama yang Mempunyai Kesaktian. Syekh Ibrahim Mufti dikenal seorang penyebar agama Islam dengan kesaktian diantaranya:
1. Memadamkan Kebakaran di Mekkah hingga Dikenal Tuangku Bacukua Sabalah
Diceritakan Yahya, pernah suatu waktu beliau sedang bercukur rambut, yang baru tercukur hanya sebelah dan mendadak beliau minta izin untuk meninggalkan tukang cukurnya sebentar, dengan alasan beliau harus pergi ke Mekah untuk menyelamatkan kota Mekah yang sedang terbakar. Beliau menghilang dan beberapa saat kemudian muncul kembali. Beberapa tahun kemudian ada orang yang pulang dari Mekah dan mengatakan bahwa sewaktu beliau menunaikan ibadah haji, kota Mekah kebakaran, tetapi musibah itu dapat diatasi atas bantuan seseorang yang hanya memiliki rambut pada sebelah bagian kepalanya yang mengaku berasal dari Taram.
"Beliau berjalan 7 langkah dari tukang cukur lalu menghilang. Dari peristiwa itu masyarakat tahu akan kesaktian Syech Ibrahim Mufti yang kemudian dikenal dengan Tuangku Bacukua Sabalah," jelas Yahya.
2. Membawa Sumber Air bagi Masyarakat
Pada masa itu, masyarakat di nagari Taram tersebut memang mengalami kesulitan untuk mendapatkan air, melihat hal itu beliau bercerita akan membawa air sungai dari hutan daerah Taram untuk dialiri hingga ke pemukimam masyarakat. Pada suatu hari yang hingga kini belum diketahui tahun pastinya, beliau pergi ke hutan tersebut sembari membawa tongkat dan berdoa.
"Beliau tancapkan tongkat tersebut di tanah dan ditarik. Sepanjang garis tongkat beliau itu mengalirlah air. Hingga kini dikenal dengan Kapalo Banda Taram yang berlokasi tidak jauh dari surau, dan sekarang Kapalo Banda Taram menjadi destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan," ujarnya.
Pengelola Surau Dikenal dengan Tuangku 21
Hingga kini perawatan surau dibuat sistemnya oleh nagari dengan pengelolaan 7 macam suku, diantaranya pitopang, melayu, piliang laweh, piliang gadang, bodi, sumpadang, simabur. "Suku inilah yang menjadi pengurus dan ditukar sekali tiga tahun, dan kini pengelolanya suku pitopang. Pengurus suku dikenal dengan Tuangku 21," kata Yahya. Dari pantauan covesia.com bangunan masih terpelihara hingga kini, selain banyak dikunjungi penziarah, Surau Tuo Taram juga masih digunakan sebagai tempat beribadah. (lisa)